Untuk beberapa daerah terdapat perbedaan dalam perlakuan PPh Pasal 21 atas upah tukang bangunan. Beberapa memperlakukan sebagai tenaga harian lepas, sehingga perhitungan PPh atas tukang bangunan hasilnya nihil. Selain itu ada juga yang memperlakukan sebagai bukan pegawai yang memperoleh penghasilan yang tidak berkesinambungan.
Baca Juga: Strategi Menghadapi Resesi
PPh pasal 21 sendiri adalah Pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pada dasarnya peraturan yang digunakan sama, yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/Pj/2016 Tanggal 29 September 2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi tapi persepsi tidak sama. Statement tersebut akan menimbulkan keraguan bagi para pemotong pajak yang khawatir dianggap merugikan keuangan negara karena ada yang memotong teteapi hasilnya nihil sehingga tidak ada setoran PPh Pasal 21.
Berikut penjelasan perbedaan PPh Pasal 21 yang harus dipotong akibat beda perlakuan tersebut.
Pegawai merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarakan periode tertentu. Sedangkan Pegawai tidak tetap/Tenaga kerja Lepas merupakan pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila yang bersangkutan melakukan kegiatan bekerja berdasarkan jumlah hari bekerja, unit pekerjaan yang dihasilkan atas penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang ditentukan oleh pemberi kerja.
Dasar Pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 yang digunakan adalah jumlah yang melebihi Rp 450.000,- sehari bagi pekerja yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000,-
Contoh Kasus:
Ali berstatus belum menikah pada bulan Januari 2022 bekerja sebagai Tukang Bangunan PT CBA. Ia bekerja selama 25 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 200.000,-. Berapakah PPh 21 Ali?
Pembahasan:
Sampai hari ke 22 belum melebihi jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 4.500.000 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Namun pada hari ke 23 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 4.500.000, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah dikurangi PTKP sebenarnya.
Sehingga pada hari ke 23, upah bersih yang diterima Ali sebesar
Rp 200.000 - Rp 57.500 = Rp 142.500
Jika Ali bekerja selama 24 hari maka perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke 24 sebagai berikut:
Sehingga pada hari ke 24 dan hari berikutnya sampai ke 25, Ali menerima upah bersih sebesar Rp 200.000-Rp 2.500=Rp. 197.500
Penerima upah/penghasilan Bukan Pegawai merupakan orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Kepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Baca Juga: Pengertian dan Jenis Pajak Badan
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 apabila tidak bersifat berkesinambungan adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto.
Contoh Kasus:
Ali berstatus belum menikah pada bulan Januari 2022 bekerja sebagai Tukang Bangunan PT CBA. Ia bekerja selama 25 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 200.000,-. Berapakah PPh 21 Ali?
Sehingga upah bersih yang diterima Ali apabila Ali mempunyai NPWP adalah (Rp 200.000-Rp 5.000=Rp 195.000) dan jika Ali tidak mempunyai NPWP adalah sebesar (Rp 200.000-Rp 6.000=Rp 194.000)
Jadi bisa dilihat mana yang menguntungkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja sebagai Tukang Bangunan atau Pekerja Harian.
Masih bingung tentang pajak? Dengan aplikasi HiPajak kamu bisa konsultasi permalasalahan pajak langsung dengan konsultan bersertifikat dan berpengalaman!