TENTANG
RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN SERTA PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, perlu menetapkan kembali rincianbidang usaha dan jenis produksi industri pionir dan menyempurnakan pedoman dan tata cara pemberianfasilitas pengurangan pajak penghasilan badan di Badan Koordinasi Penanaman Modal; | |
b. bahwa dalam menetapkan kembali rincian bidang usaha dan jenis produksi industri pionir yang dapatdiberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan, perlu memperhatikan surat KementerianKoordinator Bidang Perekonomian Nomor S-288/D.I.M.EKON/11/2018 tanggal 30 November 2018tentang Bidang Usaha yang dapat Diberikan Fasilitas Tax Holiday; | |||
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkanPeraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Rincian Bidang Usaha dan Jenis ProduksiIndustri Pionir yang dapat Diberikan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan serta Pedoman danTata Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan; |
Mengingat | : | 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); | |
2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak danPelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183); | |||
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi SecaraElektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 6215); | |||
4. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimanatelah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2012 Nomor 210); | |||
5. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2017 Nomor 210); | |||
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan PajakPenghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1553); |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan | : | PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TENTANG RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN SERTA PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: | |
1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh Penanam Modal DalamNegeri maupun Penanam Modal Asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. | |
2. Penanaman Modal Baru adalah segala bentuk kegiatan menanam modal dalam rangka pendirian usahabaru maupun perluasan kegiatan usaha. | |
3. Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah daneksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai strategis bagiperekonomian nasional. | |
4. Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izinprinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, Nomor Induk Berusaha, dan Izin Usaha yangditerbitkan oleh Lembaga OSS Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan PajakPenghasilan Badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria IndustriPionir. | |
5. Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utamadijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut. | |
6. Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) adalah surat pemberitahuan kepada PenanamModal mengenai pemenuhan persyaratan Industri Pionir untuk mendapatkan Fasilitas PenguranganPajak Penghasilan Badan. | |
7. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkanoleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran. | |
8. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinanlembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan untukmemulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional denganmemenuhi persyaratan dan/atau Komitmen. | |
9. Usulan Pemberian Pengurangan Pajak Penghasilan Badan adalah usulan Kepala Badan KoordinasiPenanaman Modal yang ditujukan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan pertimbangan untukkeputusan penetapan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. | |
10. Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat BKPM, adalah Lembaga PemerintahNon Kementerian yang bertanggung jawab di bidang Penanaman Modal, yang dipimpin oleh seorangkepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. | |
11. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission, yang selanjutnyadisingkat OSS, adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas namamenteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistemelektronik yang terintegrasi. | |
12. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS, yang selanjutnya disebut Lembaga OSS, adalah lembagapemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasipenanaman modal. |
BAB II
BESARAN DAN JANGKA WAKTU PENGURANGAN PAJAK
PENGHASILAN BADAN
Pasal 2
(1) Pengurangan Pajak Penghasilan Badan diberikan sebagai berikut: | ||
a. Sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan Badan yang terutang untukpenanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliarrupiah); dan | ||
b. Sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan Badan yang terutang untukpenanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliarrupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). | ||
(2) Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adiberikan dengan ketentuan sebagai berikut: | ||
a. selama 5 (lima) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencana PenanamanModal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan kurang dariRp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); | ||
b. selama 7 (tujuh) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencana PenanamanModal paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan kurang dariRp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah); | ||
c. selama 10 (sepuluh) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencanaPenanaman Modal paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) dan kurang dariRp 15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah); | ||
d. selama 15 (lima belas) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencanaPenanaman Modal paling sedikit Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) dan kurangdari Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah); atau | ||
e. selama 20 (dua puluh) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencanaPenanaman Modal paling sedikit Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah). | ||
(3) Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bdiberikan selama 5 (lima) tahun pajak. | ||
(4) Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang diberikan kepada WajibPajak dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) berakhir, Wajib Pajak diberikanpengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagai berikut: | ||
a. sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan Badan terutang selama 2 (dua) tahunpajak berikutnya untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;atau | ||
b. sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan Badan terutang selama 2 (dua)tahun pajak berikutnya untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b. |
BAB III
KRITERIA DAN PERSYARATAN PENGURANGANPAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 3
(1) Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria: | |||
a. merupakan Industri Pionir; | |||
b. berstatus sebagai badan hukum Indonesia; | |||
c. mempunyai nilai rencana Penanaman Modal Baru minimal sebesar Rp100.000.000.000,00(seratus miliar rupiah); | |||
d. merupakan Penanaman Modal Baru yang belum diterbitkan keputusan mengenai pemberianatau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan Badan; dan | |||
e. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksuddalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan besarnya perbandinganantara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan. | |||
(2) Nilai rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah nilai saranaproduksi dan/atau modal tetap bagi Penanaman Modal Baru, tidak termasuk modal kerja. | |||
(3) Penanaman Modal Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu: | |||
a. pendirian usaha baru yang merupakan pembangunan pabrik baru atau infrastruktur ekonomiuntuk menghasilkan barang dan/atau jasa; | |||
b. pendirian usaha baru sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk pengembangannya yaitu: | |||
1. pengembangan usaha untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)5 (lima) digit dan di lokasi yang berbeda tercantum dalam izin usaha/izin perluasan/NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS; | |||
2. pengembangan usaha untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)5 (lima) digit yang sama namun di lokasi yang berbeda tercantum dalam izin usaha/izinperluasan/NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS; atau | |||
3. pengembangan usaha untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)5 (lima) digit berbeda namun di lokasi yang sama tercantum dalam izin usaha/izinperluasan/NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS; atau | |||
c. perluasan usaha yang merupakan kegiatan penambahan kapasitas produksi untuk KlasifikasiBaku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 (lima) digit yang sama dengan cakupan produk yangsama dan di lokasi yang sama tercantum dalam izin usaha/izin perluasan/NIB dan Izin Usahayang diterbitkan oleh Lembaga OSS. |
Pasal 4
(1) Dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan dimilikilangsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, Wajib Pajak harus menunjukkan bahwa seluruh pemegangsaham yang tercatat dalam akta pendirian telah memenuhi kewajiban perpajakan. | |
(2) Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian sebagaimanadimaksud pada ayat (1), persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan hanya berlaku untukpemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir. | |
(3) Pemenuhan kewajiban perpajakan pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian sebagaimanadimaksud pada ayat (1) atau pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhirsebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan melalui surat keterangan fiskal yang diterbitkan olehDirektorat Jenderal Pajak. |
BAB IV
BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIRYANG DAPAT MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 5
(2) Wajib Pajak badan yang melakukan Penanaman Modal Baru pada Industri Pionir dapat memperolehpengurangan Pajak Penghasilan Badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari KegiatanUsaha Utama yang dilakukan. | |||
(3) Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki cakupan: | |||
a. industri logam dasar hulu: | |||
1. besi baja; atau | |||
2. bukan besi baja, | |||
tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; | |||
b. industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yangterintegrasi | |||
c. industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam atau batubara tanpa atau besertaturunannya yang terintegrasi; | |||
d. industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanantanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; | |||
e. industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; | |||
f. industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi; | |||
g. industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi; | |||
h. industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika, sepertisemikonduktor wafer, backlight untuk Liquid Crystal Display (LCD), electrical driver, ataudisplay; | |||
i. industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin; | |||
j. industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesinmanufaktur; | |||
k. industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik; | |||
l. industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor | |||
m. industri pembuatan komponen utama kapal; | |||
n. industri pembuatan komponen utama kereta api; | |||
o. industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industridirgantara | |||
p. industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkanbubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya; | |||
q. infrastruktur ekonomi; atau | |||
r. ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yangberhubungan dengan itu. | |||
(3) Daftar rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing-masing cakupan Industri Pionir sebagaimanadimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dariPeraturan Badan ini |
BAB V
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENERBITAN USULAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 6
(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mengajukan permohonan pengurangan PajakPenghasilan Badan dengan cara mengakses laman OSS di situs https://www.oss.go.id. | ||
(2) Penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukanmelalui sistem OSS. | ||
(3) Dalam hal permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk penanaman modal baru dan WajibPajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal memenuhi kriteria untuk memperolehfasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan. | ||
(4) Dalam hal permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk penanaman modal baru dan WajibPajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), sistem OSSmenyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal tidak memenuhi kriteriauntuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan | ||
(5) Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) danberminat untuk mendapat pengurangan Pajak Penghasilan Badan, harus menyampaikan persyaratankelengkapan yaitu berupa dokumen: | ||
a. softcopy rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal dan besaran perbandinganantara utang dan modal; dan | ||
b. softcopy atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham, | ||
melalui sistem OSS sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial atas penanaman modal baru. | ||
(6) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan: | ||
a. bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan NIB bagi Wajib Pajak baru; atau | ||
b. paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha untuk penanaman modal baru. | ||
(7) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang telah diterimasecara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri Keuangan melalui Direktur JenderalPajak sebagai Usulan Pemberian Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, dan sistem OSS mengirimkanpemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badandisampaikan kepada Menteri Keuangan. |
Pasal 7
(1) Dalam hal permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk cakupan industri yang belumtercantum dalam cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dan memenuhikriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e, sertapersyaratan dalam Pasal 4 ayat (3), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan dengan menyertakansurat pernyataan bahwa industrinya merupakan Industri Pionir. | ||
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala BKPM dengan formatsurat tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan inidengan melampirkan: | ||
a. penjelasan pemenuhan ketentuan sebagai Industri Pionir sebagaimana diatur dalam Pasal 1Angka 3, terhadap bidang usaha yang tidak termasuk dalam daftar rincian sebagaimanatercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badanini; dan | ||
b. penjelasan alur proses produksi atas kegiatan usaha dan cakupan produk yang dimohonkanfasilitas pengurangan pajak penghasilan badan. | ||
(3) Dalam hal pengurusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan secaralangsung oleh Wajib Pajak, permohonan disampaikan dengan melampirkan surat kuasa bermeteraicukup dengan format tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dariPeraturan Badan ini. | ||
(4) Atas surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BKPM menerbitkan tanda terimapermohonan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidakterpisahkan dari Peraturan Badan ini. |
Pasal 8
(1) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan pembahasan antarkementerian untuk menentukan kesesuaian bidang usaha Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaiIndustri Pionir. | ||
(2) Pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh BKPM, yangpaling sedikit melibatkan Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga pembina sektor. | ||
(3) Pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh BKPM denganmengundang Wajib Pajak. | ||
(4) Dalam pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajakmenyampaikan penjelasan secara rinci pemenuhan kriteria sebagai Industri Pionir. | ||
(5) Pelaksanaan pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan palinglambat 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya tanda terima permohonan sebagaimana dimaksud dalamPasal 7 ayat (4). | ||
(6) Hasil pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam beritaacara yang ditandatangani oleh peserta rapat dengan menggunakan format sebagaimana tercantumdalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini. | ||
(7) Dalam hal pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memutuskan bahwacakupan industri Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Industri Pionir, Kepala BKPM dapat mengajukanusulan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7ayat (1) kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak. | ||
(8) Pengajuan usulan permohonan Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan melaluisistem OSS. | ||
(9) Usulan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan dengan melampirkan: | ||
a. softcopy surat permohonan wajib pajak; | ||
b. softcopy Pendaftaran Penanaman Modal/Izin Prinsip/Izin Investasi/NIB dan Izin Usaha sertarincian aktiva tetap dalam rencana nilai Penanaman Modal Baru; | ||
c. softcopy surat keterangan fiskal para pemegang saham; | ||
d. softcopy penjelasan alur proses produksi atas kegiatan usaha dan cakupan produk; dan | ||
e. softcopy komitmen pemenuhan ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modalsebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenaipenentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluanpenghitungan Pajak Penghasilan. | ||
(10) Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagai industri pionir, akan diterbitkansurat penolakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkandari Peraturan Badan ini. | ||
(11) Kepala BKPM melalui sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak atas hasilpembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau penolakan sebagaimanadimaksud pada ayat (10). |
Pasal 9
(1) Penanam Modal yang berminat untuk mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badandapat terlebih dahulu mengajukan permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation)dengan format permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidakterpisahkan dari Peraturan Badan ini. | |
(2) Dalam hal pengurusan permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimanadimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan secara langsung oleh Wajib Pajak, permohonan disampaikandengan melampirkan surat kuasa bermeterai cukup dengan format tercantum dalam Lampiran III yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini. | |
(3) Permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diajukan kepada Kepala BKPM cq. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal denganmelampirkan rencana Penanaman Modal. | |
(4) Rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kegiatan usaha, jenisproduksi, penjelasan pemenuhan kriteria Industri Pionir, dan rencana nilai investasi modal tetap besertadengan rencana sumber pembiayaan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini. | |
(5) BKPM menerbitkan tanda terima permohonan dengan format sebagaimana tercantum dalamLampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini terhadap Dokumenpermohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)yang sudah lengkap dan benar. | |
(6) Dalam hal bidang usaha dalam permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation)sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidakterpisahkan dari Peraturan Badan ini, BKPM dapat langsung menerbitkan surat Konfirmasi Pendahuluan(In Advance Confirmation) paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima dengan formatsebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PeraturanBadan ini. | |
(7) Dalam hal bidang usaha dalam permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation)sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidakterpisahkan dari Peraturan Badan ini, BKPM mengadakan rapat koordinasi dengan mengundangPenanam Modal, yang paling sedikit melibatkan pejabat Kementerian Keuangan dan kementerianpembina sektor. | |
(8) Dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Penanam Modal menyampaikanpenjelasan terkait rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4). | |
(9) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan paling lambat 5 (lima) hari kerjasejak diterbitkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | |
(10) Hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam berita acara yangditandatangani oleh peserta rapat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalamLampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini. | |
(11) Dalam hal hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) Penanam Modal memenuhi kriteria dan persyaratan, BKPM menerbitkan Surat Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation)yang memuat informasi meliputi bidang usaha, KBLI, jenis produksi, nilai rencana Penanaman Modal,besaran pengurangan Pajak Penghasilan Badan dan jangka waktu pengurangan fasilitas dengan formatsebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PeraturanBadan ini. | |
(12) Dalam hal hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Penanam Modal tidakmemenuhi kriteria dan persyaratan, BKPM menerbitkan surat penjelasan dengan format sebagaimanatercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini. | |
(13) Surat Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confimation) sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dansurat penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerjasetelah terdapat keputusan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7). | |
(14) Surat Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (11) bukanmerupakan surat penetapan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan. |
BAB VI
PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 10
(1) Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk danatas nama Menteri Keuangan setelah mendapat usulan permohonan pengurangan Pajak PenghasilanBadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) dan Pasal 8 ayat (7). | ||
(2) Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dimanfaatkan WajibPajak sejak tahun pajak pada penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial. | ||
(3) Saat Mulai Berproduksi Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh DirekturJenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan. | ||
(4) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajakmenerima pemberitahuan dari Kepala BKPM mengenai permohonan penetapan Saat Mulai BerproduksiKomersial dari Wajib Pajak melalui sistem OSS. | ||
(5) Pemberitahuan dari Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan setelah BKPMmenerima pemberitahuan dari Wajib Pajak yang menyatakan telah siap berproduksi komersial yangdisampaikan melalui sistem OSS. | ||
(6) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan: | ||
a. jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak kurang dari batas minimal rencanapenanaman modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan PajakPenghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); | ||
b. jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak lebih dari atau sama denganRp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan | ||
c. terdapat kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama, | ||
ketentuan besaran dan/atau jangka waktu terhadap pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badansebagaimana tercantum dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan denganbesaran pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang seharusnya diperoleh Wajib Pajak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan Badan yangseharusnya diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atau Pasal 2 ayat (3). |
Pasal 11
BAB VII
PERLAKUAN BAGI WAJIB PAJAK PROYEK STRATEGIS NASIONAL
Pasal 12
(1) Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenaipercepatan pelaksanaan proyek strategis nasional dapat mengajukan permohonan pengurangan PajakPenghasilan Badan dengan ketentuan tata cara permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, danmemenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, serta berlaku ketentuansebagai berikut: | ||
a. saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan dikecualikan dari ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5); | ||
b. pengurangan Pajak Penghasilan Badan mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sepanjang Wajib Pajakmemenuhi kondisi Saat Mulai Berproduksi Komersial dan telah merealisasikan seluruh rencanapenanaman modalnya sesuai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5); | ||
c. pemanfaatan terhadap pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud padahuruf b ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan; dan | ||
d. pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan setelah DirekturJenderal Pajak menerima pemberitahuan dari Kepala BKPM mengenai permohonan pemanfaatanpengurangan Pajak Penghasilan Badan. | ||
(2) Penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penugasan yang ditetapkanberdasarkan keputusan menteri atau pimpinan lembaga setingkat menteri. | ||
(3) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikanmelalui sistem OSS disertai surat penugasan yang ditetapkan berdasarkan keputusan menteri ataupimpinan lembaga setingkat menteri dalam bentuk softcopy. | ||
(4) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah lengkap,disampaikan oleh sistem OSS kepada kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajaksebagai usulan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan. | ||
(5) Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk danatas nama Menteri Keuangan setelah mendapat usulan permohonan pengurangan Pajak PenghasilanBadan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). | ||
(6) Sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan pengurangan PajakPenghasilan Badan telah disampaikan kepada Menteri Keuangan. |
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku,Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2018tentang Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir yang dapat Diberikan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Serta Pedoman dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 715), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Pasal 14
Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2019
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
THOMAS TRIKASIH LEMBONG
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Januari 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019
NOMOR 47