Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu aspek penting dalam sistem perpajakan di Indonesia. Di antara jenis-jenis PPh yang diterapkan, PPh Pasal 23 (PPh 23) memiliki peran khusus dengan mengenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari transaksi tertentu, seperti penggunaan jasa, royalti, bunga, dividen, dan imbalan lainnya. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai PPh 23, mulai dari pengertian, objek, penerapan tarif, hingga mekanisme pelaporan dan pembayaran.
Dalam konteks sistem perpajakan terbaru Coretax, PPh 23 tetap mengacu pada aturan yang berlaku, tetapi proses administrasi, pelaporan, dan pembayaran pajaknya mengalami digitalisasi penuh. Coretax, sebagai sistem inti administrasi pajak milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP), memungkinkan wajib pajak untuk:
Melakukan pemotongan PPh 23 secara otomatis dan akurat melalui e-Bupot unifikasi
Membuat dan mengelola bukti potong tanpa aplikasi tambahan
Menyusun dan menyampaikan SPT Masa PPh 23 langsung di satu sistem terpadu
Memonitor kewajiban perpajakan secara real-time dan terintegrasi
Dengan integrasi ini, PPh 23 tidak hanya sekadar kewajiban pemotongan dan pelaporan, tetapi juga menjadi bagian dari sistem perpajakan modern yang mendukung efisiensi, kepatuhan, dan transparansi melalui teknologi Coretax.
PPh 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari transaksi antar pihak, terutama yang berhubungan dengan penggunaan harta atau jasa. Secara umum, pajak ini diberlakukan terhadap penghasilan dari modal, penyediaan jasa, hadiah, bunga, dividen, dan royalti. Intinya, PPh 23 diterapkan ketika terjadi pertukaran nilai yang melibatkan sejumlah pembayaran kepada penyedia jasa atau pihak terkait lainnya yang bukan termasuk dalam kategori potongan PPh Pasal 21. Dalam hal ini, pihak yang membayarkan penghasilan tersebut (biasanya pengguna jasa atau pihak lain yang memiliki hubungan transaksi) berkewajiban untuk memotong dan menyetorkan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
Objek dari PPh 23 mencakup berbagai jenis penghasilan yang diterima atas suatu transaksi. Penghasilan yang menjadi objek meliputi:
Jasa teknik, manajemen, dan konsultasi
Misalnya, jasa perbaikan, pembersihan, atau pelayanan katering.
Penghasilan dari sewa
Termasuk sewa kendaraan, peralatan, atau fasilitas, kecuali sewa atas tanah dan bangunan.
Penghasilan dari penggunaan harta
Seperti royalti yang dikenakan atas penggunaan kekayaan intelektual atau peralatan tertentu.
Bunga, dividen, dan hadiah
Yang memiliki tarif khusus ketika melibatkan imbalan atas modal atau investasi.
Subjek pajak dari PPh 23 adalah pihak yang melakukan pemotongan, yaitu pemberi penghasilan. Mereka berkewajiban memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh 23 atas pembayaran yang dilakukan kepada penerima penghasilan, baik individu maupun badan usaha, termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Penerapan PPh 23 mengacu pada dua tarif utama berdasarkan jenis penghasilan yang dikenakan:
Tarif 15%
Tarif ini berlaku untuk penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, serta hadiah.
Tarif 2%
Diterapkan atas penghasilan yang berasal dari sewa dan jasa, seperti jasa teknik, manajemen, konstruksi, dan konsultasi.
Jumlah penghasilan yang dikenai pajak dihitung berdasarkan nilai bruto, yakni total nilai pembayaran yang diberikan atau yang telah jatuh tempo. Perlu dicatat bahwa nilai bruto yang dihitung tidak termasuk komponen Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Salah satu aspek penting adalah bahwa WP (Wajib Pajak) yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenai pemotongan tarif yang lebih tinggi, yaitu ditambah 100% dari tarif yang berlaku. Hal ini sebagai bentuk penegakan kepatuhan dalam kepemilikan NPWP.
Meskipun cakupan PPh 23 cukup luas, terdapat sejumlah penghasilan tertentu yang dikecualikan dari pemotongan ini. Beberapa pengecualian yang umum meliputi:
Penghasilan yang berasal dari ikatan hutang yang dikeluarkan oleh bank.
Pembayaran sewa guna usaha yang memiliki hak opsi.
Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang didapatkan dari cadangan laba ditahan, khususnya bagi WP dalam negeri, koperasi, dan badan usaha milik negara atau daerah (BUMN/BUMD).
Distribusi SHU (Sisa Hasil Usaha) dari koperasi kepada anggotanya.
Pembayaran kepada badan usaha penyedia jasa keuangan yang berperan sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan.
Pengecualian ini dirancang agar tidak terjadi pengenaan pajak ganda atau pembebanan yang tidak semestinya atas transaksi yang telah memiliki perlakuan khusus menurut peraturan perpajakan.
Pihak yang melakukan pembayaran wajib melakukan pemotongan PPh 23 secara otomatis melalui sistem Coretax pada saat transaksi dilakukan. Coretax menghitung persentase sesuai tarif yang berlaku dari nilai bruto pembayaran dan langsung menghasilkan bukti pemotongan yang didistribusikan kepada penerima penghasilan. Proses ini menjamin akurasi dan kemudahan pendokumentasian untuk pelaporan ke Coretax.
Setelah pemotongan dilakukan melalui Coretax, pembayaran PPh 23 harus disetor ke Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan. Batas waktu penyetoran adalah tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan pemotongan. Sebelum penyetoran, sistem Coretax akan melakukan verifikasi melalui pembuatan ID Billing secara terintegrasi dengan aplikasi OnlinePajak guna memastikan bahwa seluruh proses pembayaran berjalan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Pelaporan atas PPh 23 dilakukan melalui Coretax dengan mengisi SPT PPh Pasal 23/26 secara online. Sistem e-Filling di Coretax memungkinkan wajib pajak untuk menyampaikan laporan secara langsung dengan data yang telah tersinkronisasi dengan informasi pemotongan dan pembayaran. Batas waktu pelaporan tetap pada tanggal 20 bulan berikutnya dari bulan terjadinya pemotongan. Penggunaan Coretax turut mempercepat dan mempermudah pencatatan, pengiriman data, serta penyimpanan bukti pemotongan secara aman.